Sebagai bentuk kesadaran bahwa indonesia memiliki wilayah dan perairan yang sangat luas dan juga di dalam posisi yang sangat strategis bagi pelayaran dunia, serta menyikapi beberapa isu terakhir terkait penjualan pulau di indonesia, PPIA Wollongong melakukan diskusi dengan mengambil topik wilayah dan perairan indonesia keuntungan atau kerugian. Diskusi ini adalah bagian dari diskusi rutin bulanan yang diprogramkan sejak kepengurusan baru PPIA-Gong, di bawah koordinasi divisi akademik. Indonesia memiliki wilayah yang terletak diantara dua benua dan dua samudera serta memiliki wilayah laut yang luas serta beberapa diantaranya merupakan jalur pelayaran internasional. Bahwasannya dimasa lalu kita sering di nina-bobo-kan dengan pernyataan bahwa posisi indonesia tersebut merupakan sebuah keuntungan yang sangat besar dan tidak ada duanya di dunia ini.
Di satu sisi hal tersebut memang benar, namun bila dilihat lebih jeli terutama dari sisi perkembangan ekonomi global dan geopolitik, nampaknya keuntungan tersebut juga datang berbarengan dengan kerugian yang tidak kalah besar jumlahnya. Beliau memberikan data terkait bagaimana usaha pengangkutan lewat laut terus meningkat dari tahun ke tahun. Dari data tersebut pula bahwa kebutuhan migas atau energi negara-negara asia timur (Jepang, China, dan Korea) yang ditopang oleh negara-negara di Timur Tengah, serta besarnya neraca perdagangan internasional di kawasan Asia dengan Asia Barat dan Timur Tengah serta Eropa, telah menjadikan sebagian wilayah perairan indonesia (terutama di sekitar Selat Mallaca dan Selat Singapura dan sebelah selatan Laut China Selatan) menjadi alur pelayaran internasional yang sangat sibuk, bahkan dapat dikatakan sebagai salah satu yang tersibuk di dunia.
Negara tetangga tersebut, telah sukses membangun bukan hanya “warung podjok”, namun supermarket kelas dunia untuk memberi jasa pelayaran di perairan yg super sibuk itu. Bagaimana dengan indonesia? beliau menyampaikan bahwa Indonesia sendiripun harusnya bisa menjadi kompetitor bagi Singapura, namun tentunya hal ini juga perlu dibarengi dengan sebuah kebijakan nasional yang komprehensif. Beliau juga memberi contoh bahwa dahulu pemerintah indonesia juga telah bercita-cita membuka “warung podjok” di sekitar Batam dan Bintan, namun hal ini gagal terlaksana dengan baik karena banyak faktor, tidak menutup kemungkinan salah satunya adalah peranan lobi pebisnis di negara tetangga yang tidak menginginkan adanya saingan. beliau menyarankan bahwa pada dasarnya indonesia bisa mulai memikirkan untuk membuka “warung podjok” di lokasi lain. Di kedua jalur pelayaran tersebut bisa dibangun “warung podjok” yang bisa memberikan pilihan baru bagi pelayaran internasional selain supermarket yang telah dikelola oleh Singapura selama ini. Bila ini terlaksana, maka sebuah keuntungan yang besar bagi indonesia.
Hal lain yang disinggung oleh beliau terkait dengan kerugian yang diterima indonesia sebagai jalur pelayaran Internasional adalah fakta bahwa pelayaran Internasional memberikan dampak yang kurang baik dari sisi lingkungan. Hal ini disebabkan bahwa setiap kapal tentunya akan mengeluarkan limbah yang berbahaya bagi lingkungan. Dapat dibayangkan bila sebegitu banyaknya kapal yang melintasi indonesia selalu mengeluarkan limbah pada saat mereka melewati indonesia. Sebuah kerugian yang besar untuk indonesia tanpa indonesia dapat “mengutip” sesuatu apapun dari kapal-kapal tersebut. Perlu dikaji dari sisi hukum internasional dan politis tentang sebuah mekanisme yang bisa membuat indonesia dapat “mengutip” keuntungan dari lewatnya kapal-kapal internasional di perairan indonesia. Selain itu dampak dari kerusakan lingkungan akan berkorelasi dengan menurunkan kemampuan lingkungan sebagai sumber daya alam, perikanan sebagai contohnya.
Masalah keamanan juga menjadi isu yang tidak lepas dari masalah pelayaran Internasional. Pembajakan kapal pada waktu lampau memang seringkali terjadi di indonesia, namun atas komitmen yang tinggi dari seluruh elemen pemerintah indonesia maka angka pembajakan telah menurun drastis. Disampaikan pula bahwa pembajakan kapal tidak serta merta hanya masalah keamanan dan ekonomi namun masalah sosial-budaya adakalanya juga perlu ditangani. Hal ini merujuk kepada fakta bahwa adanya salah satu suku di indonesia yang “menghalalkan” pembajakan kapal di budaya mereka untuk suatu maksud tertentu. Lebih lanjut lagi dibahas pula tentang perkembangan industri pelayaran di Indonesia. Saat sekarang ini indonesia memang memiliki lumayan banyak armada pelayaran, namun disampaikan bahwa sebagian besar dari armada tersebut umurnya telah tergolong sangat tua (diatas 20 tahun). Untuk negara yang memiliki potensi maritim yang begitu besar, jumlah akademi pelayaran di Indonesia dinilai masih kurang. Belum lagi bia membicarakan kualitas dari lulusannya yg nampaknya perlu distandartkan dengan standar internasional. Di dalam diskusi juga dibahas beberapa isu terkait dengan kewilayahan Indonesia. Terutama terkait dengan bagaimana perundangan Indonesia yang ada saat ini mengatur tentang perpindahan hak milik atau penguasaan hak atas tanah.
Dari diskusi yang sangat interaktif tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwasannya wilayah Indonesia tidak selalu memberikan keuntungan Hal ini malah diperparah bahwa Indonesia seringkali menerima banyak kerugian dari industri pelayaran internasional. Oleh sebab itu, perlu adanya kajian yang mendalam dan komprehensif dari sisi politik, ekonomi dan hukum untuk mencari jalan agar Indonesia bisa memanfaatkan industri pelayaran yang melewati Indonesia sebagai sumber keuntungan untuk Indonesia. Tentunya hasil kajian tersebut pada akhirnya harus dikemas di dalam sebuah kerangka kebijakan nasional yang komprehensif dan dapat terlaksana. Diskusi berjalan lancar, dan semua peserta semangat mengikuti dan berkontribusi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar